Kami yang kini terbaring antara
Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan
angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi
mendengar deru kami, terbayang kami maju dan
mendegap hati ? Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam
dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal
tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami
bisa
Tapi kerja belum selesai, belum
bisa memperhitungkan arti 4-5
ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang
berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai
tulang-tulang berserakan Atau jiwa kami melayang untuk
kemerdekaan kemenangan dan
harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi
bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam
dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas
pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi
debu
Beribu kami terbaring antara
Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957