Mawlana Jalaludin Rumi
Oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil
al-Haqqani
( Grandson of Mawlana Rumi )
"Dia adalah, orang yang tidak
mempunyai ketiadaan,
Saya mencintainya dan Saya
mengaguminya, Saya memilih
jalannya dan Saya memalingkan
muka ke jalannya. Setiap orang mempunyai kekasih, dialah
kekasih saya, kekasih
yang abadi. Dia adalah orang
yang Saya cintai, dia
begitu indah, oh dia adalah yang
paling sempurna. Orang-orang yang mencintainya
adalah para pecinta yang
tidak pernah sekarat. Dia adalah
dia dan dia dan
mereka adalah dia. Ini adalah
sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian
akan memahaminya.
( Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh
Nazhim Adil
al-Haqqani – Cucu dari Mawlana
Rumi, Lefke, Cyprus
Turki, September 1998)
Rumi memang bukan sekadar
penyair, tetapi juga seorang
tokoh sufi yang berpengaruh di
zamannya. Rumi adalah
guru nomor satu Thariqat
Maulawiah, sebuah thariqat yang berpusat di Turki dan
berkembang di daerah
sekitarnya. Thariqat Maulawiah
pernah berpengaruh
besar dalam lingkungan Istana
Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun
l648.
Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat
menentang pendewaan
akal dan indera dalam
menentukan kebenaran. Di
zamannya, ummat Islam memang
sedang dilanda penyakit itu. Bagi mereka kebenaran baru
dianggap benar bila
mampu digapai oleh indera dan
akal. Segala sesuatu
yang tidak dapat diraba oleh
indera dan akal, dengan cepat mereka ingkari dan tidak
diakui. Padahal menurut Rumi, justru
pemikiran semacam itulah
yang dapat melemahkan Iman
kepada sesuatu yang ghaib.
Dan karena pengaruh pemikiran
seperti itu pula, kepercayaan kepada segala
hakekat yang tidak kasat
mata, yang diajarkan berbagai
syariat dan beragam
agama samawi, bisa menjadi
goyah.
Rumi mengatakan, "Orientasi
kepada indera dalam
menetapkan segala hakekat
keagamaan adalah gagasan
yang dipelopori kelompok
Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang tunduk patuh
kepada panca indera.
Mereka menyangka dirinya
termasuk Ahlussunnah.
Padahal, sesungguhnya
Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada indera-indera, dan
tidak mau pula
memanjakannya.”
Bagi Rumi, tidak layak meniadakan
sesuatu hanya karena
tidak pernah melihatnya dengan
mata kepala atau belum
pernah meraba dengan indera.
Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang
lahir, seperti faedah
penyembuhan yang terkandung
dalam obat. "Padahal, yang
lahir itu senantiasa menunjukkan
adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di
balik dirinya. Bukankah
Anda mengenal obat yang
bermanfaat? Bukankah
kegunaannya tersembunyi di
dalamnya?” tegas Rumi.
PENGARUH TABRIZ
Fariduddin Attar, salah seorang
ulama dan tokoh sufi,
ketika berjumpa dengan Rumi
yang baru berusia 5 tahun
pernah meramalkan bahwa si kecil
itu kelak akan menjadi tokoh spiritual besar.
Sejarah kemudian
mencatat, ramalan Fariduddin
Attar itu tidak meleset.
Rumi, Lahir di Balkh, Afghanistan
pada 604 H atau 30
September 1207. Mawlana Rumi
menyandang nama lengkap
Jalaluddin Muhammad bin
Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena
sebagian besar hidupnya
dihabiskan di Konya (kini Turki),
yang dahulu dikenal
sebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya, Bahauddin Walad
Muhammad bin Husein, adalah
seorang ulama besar bermadzhab
Hanafi. Dan karena
kharisma dan tingginya
penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama. Namun
rupanya gelar itu
menimbulkan rasa iri pada
sebagian ulama lain. Dan
mereka pun melancarkan fitnah
dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Celakanya sang
penguasa terpengaruh
hingga Bahauddin harus
meninggalkan Balkh, termasuk
keluarganya. Ketika itu Rumi baru
berusia lima tahun. Sejak itu Bahauddin
bersama keluarganya hidup
berpindah- pindah dari suatu
negara ke negara lain.
Mereka pernah tinggal di Sinabur
(Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad,
Makkah, Malattya
(Turki), Laranda (Iran tenggara)
dan terakhir menetap
di Konya, Turki. Raja Konya
Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai
penasihatnya, dan juga
mengangkatnya sebagai pimpinan
sebuah perguruan agama
yang didirikan di ibukota tersebut.
Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi
berusia 24 tahun.
Di samping kepada ayahnya, Rumi
juga berguru kepada
Burhanuddin Muhaqqiq at-
Turmudzi, sahabat dan
pengganti ayahnya memimpin
perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah)
atas saran gurunya itu.
Beliau baru kembali ke Konya
pada 634 H, dan ikut
mengajar di perguruan tersebut
Setelah Burhanuddin wafat, Rumi
menggantikannya
sebagai guru di Konya. Dengan
pengetahuan agamanya
yang luas, di samping sebagai
guru, beliau juga menjadi da’i dan ahli hukum Islam.
Ketika itu banyak
tokoh ulama yang berkumpul di
Konya. Tak heran jika
Konya kemudian menjadi pusat
ilmu dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai penjuru
dunia.
Kesufian dan kepenyairan Rumi
dimulai ketika beliau
sudah berumur cukup tua, 48
tahun. Sebelumnya, Rumi
adalah seorang ulama yang
memimpin sebuah madrasah yang punya murid banyak, 4.000
orang. Sebagaimana
seorang ulama, beliau juga
memberi fatwa dan tumpuan
ummatnya untuk bertanya dan
mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus delapan puluh
derajat ketika beliau
berjumpa dengan seorang sufi
pengelana, Syamsuddin
alias Syamsi dari kota Tabriz. Suatu saat, seperti biasanya Rumi
mengajar di hadapan
khalayak dan banyak yang
menanyakan sesuatu kepadanya.
Tiba-tiba seorang lelaki asing–yakni
Syamsi Tabriz–ikut bertanya, "Apa yang
dimaksud dengan
riyadhah dan ilmu?” Mendengar
pertanyaan seperti itu
Rumi terkesima. Kiranya
pertanyaan itu jitu dan tepat pada sasarannya. Beliau tidak
mampu menjawab.
Akhirnya Rumi berkenalan dengan
Tabriz. Setelah
bergaul beberapa saat, beliau
mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi. Sultan Salad, putera Rumi,
mengomentari perilaku
ayahnya itu, "Sesungguhnya,
seorang guru besar
tiba-tiba menjadi seorang murid
kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba
ilmu darinya, meski
sebenarnya beliau cukup alim dan
zuhud. Tetapi itulah
kenyataannya. Dalam diri Tabriz,
guru besar itu melihat kandungan ilmu yang
tiada taranya.” Rumi telah menjadi sufi, berkat
pergaulannya dengan
Tabriz. Kesedihannya berpisah dan
kerinduannya untuk
berjumpa lagi dengan gurunya itu
telah ikut berperan mengembangkan emosinya,
sehingga beliau menjadi
penyair yang sulit ditandingi.
Guna mengenang dan
menyanjung gurunya itu, beliau
tulis syair-syair, yang himpunannya kemudian dikenal
dengan nama Divan Syams
Tabriz. Beliau bukukan pula
wejangan-wejangan gurunya,
dan buku itu dikenal dengan nama
Maqalat Syams Tabriz. Rumi kemudian mendapat sahabat
dan sumber inspirasi
baru, Syaikh Hisamuddin Hasan
bin Muhammad. Atas
dorongan sahabatnya itu, selama
15 tahun terakhir masa hidupnya beliau berhasil
menghasilkan himpunan syair
yang besar dan mengagumkan
yang diberi nama Masnavi.
Buku ini terdiri dari enam jilid dan
berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini,
terlihat ajaran-ajaran
tasawuf yang mendalam, yang
disampaikan dalam bentuk
apologi, fabel, legenda, anekdot,
dan lain-lain. Bahkan Masnavi sering disebut
Qur’an Persia. Karya
tulisnya yang lain adalah
Ruba’iyyat (sajak empat
baris dengan jumlah 1600 bait),
Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan
himpunan ceramahnya tentang
metafisika), dan Maktubat
(himpunan surat-suratnya
kepada sahabat atau
pengikutnya). Bersama Syaikh Hisamuddin pula,
Rumi mengembangkan
Thariqat Maulawiyah atau
Jalaliyah. Thariqat ini di
Barat dikenal dengan nama The
Whirling Dervishes (para Darwisy yang berputar-putar).
Nama itu muncul karena
para penganut thariqat ini
melakukan tarian
berputar-putar, yang diiringi oleh
gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk
mencapai ekstase.
WAFATNYA MAWLANA RUMI
Semua manusia tentu akan
kembali kepada-Nya.
Demikianlah yang terjadi pada
Rumi. Penduduk Konya
tiba-tiba dilanda kecemasan,
karena mendengar kabar bahwa tokoh panutan mereka,
Rumi, tengah menderita
sakit keras. Meskipun demikian,
pikiran Rumi masih
menampakkan kejernihannya. Seorang sahabatnya datang
menjenguk dan mendo’akan,
"Semoga Allah berkenan memberi
ketenangan kepadamu
dengan kesembuhan.” Rumi sempat
menyahut, "Jika engkau beriman dan bersikap
manis, kematian itu akan
bermakna baik. Tapi kematian ada
juga yang kafir dan
pahit.” Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672
H atau 17 Desember
1273 dalam usia 68 tahun Rumi
dipanggil ke
Rahmatullah. Tatkala jenazahnya
hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-
desakan ingin mengantarkan
kepulangannya. Malam wafatnya
beliau dikenal sebagai
Sebul Arus (Malam Penyatuan).
Sampai sekarang para pengikut Thariqat Maulawiyah
masih memperingati
tanggal itu sebagai hari wafatnya
beliau. "SAMA”, Tarian Darwis yang
Berputar Suatu saat Rumi tengah
tenggelam dalam kemabukannya
dalam tarian "Sama” ketika itu
seorang sahabatnya
memainkan biola dan ney
(seruling), beliau mengatakan, "Seperti juga ketika salat kita
berbicara dengan
Tuhan, maka dalam keadaan
extase para darwis juga
berdialog dengan Tuhannya
melalui cinta. Musik Sama yang merupakan bagian salawat
atas baginda Nabi
Sallallahu alaihi wasalam adalah
merupakan wujud musik
cinta demi cinta Nabi saw dan
pengetahuanNya. Rumi mengatakan bahwa ada
sebuah rahasia tersembunyi
dalam Musik dan Sama, dimana
musik merupakan gerbang
menuju keabadian dan Sama
adalah seperti electron yang mengelilingi intinya bertawaf
menuju sang Maha
Pencipta. Semasa Rumi hidup
tarian "Sama” sering
dilakukan secara spontan disertai
jamuan makanan dan minuman. Rumi bersama teman
darwisnya selepas solat
Isa sering melakukan tarian sama
dijalan-jalan kota
Konya. Terdapat beberapa puisi dalam
Matsnawi yang memuji
Sama dan perasaan harmonis
alami yang muncul dari
tarian suci ini. Dalam bab ketiga
Matsnawi, Rumi menuliskan puisi tentang kefanaan
dalam Sama, "ketika
gendang ditabuh seketika itu
perasaan extase merasuk
bagai buih-buih yang meleleh dari
debur ombak laut”. Tarian Sakral Sama dari tariqah
Mevlevi Haqqani atau
Tariqah Mawlawiyah ini masih
dilakukan saat ini di
Lefke, Cyprus Turki dibawah
bimbingan Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi
Mawlana Syaikh
Nazim dan mawlana Syaikh
Hisyam juga merambah
keberbagai kota di Amerika
maupun Eropa, sehingga tarian Whirling Dervishes ini juga
dilakukan di banyak
kota-kota di Amerika, Eropa dan
Asia di bawah
bimbingan Mawlana Syaikh
Hisyam Kabbani ar-Rabbani. Tarian Sama ini sebagai tiruan
dari keteraturan alam
raya yang diungkap melalui
perputaran planet-planet.
Perayaan Sama dari tariqah
Mevlevi dilakukan dalam situasi yang sangat sakral dan
ditata dalam penataan
khusus pada abad ke tujuh belas.
Perayaan ini untuk
menghormati wafatnya Rumi,
suatu peristiwa yang Rumi dambakan dan ia lukisakna dalam
istilah-istilah yang
menyenangkan. Para Anggota Tariqah Mevlevi
sekarang belajar
menarikan tarian ini dengan
bimbingan Mursyidnya.
Tarian ini dalam bentuknya
sekarang dimulai dengan seorang peniup suling yang
memainkan Ney, seruling
kayu. Para penari masuk
mengenakan pakaian putih yang
sebagai simbol kain kafan, dan
jubah hitam besar sebagai symbol alam kubur dan
topi panjang merah atau
abu-abu yang menandakan batu
nisan. Akhirnya seorang Syaikh masuk
paling akhir dan
menghormat para Darwish
lainnya. Mereka kemudian balas
menghormati. Ketika Syaikh duduk
dialas karpet merah menyala yang menyimbolkan
matahari senja merah tua
yang mengacu pada keindahan
langit senja sewaktu Rumi
wafat. Syaikh mulai bersalawat
untuk Rasulullah saw yang ditulis oleh Rumi disertai
iringan musik,
gendang, marawis dan seruling
ney. Peniup seruling dan penabuh
gendang memulai musiknya
maka para darwis memulai
dengan tiga putaran secara
perlahan yang merupakaan
simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui
Tuhannya. Pada puatran
ketiga Syaikh kembali duduk dan
para penari melepas
jubah hitamnya dengan gerakan
yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati
sebelum mati”,
kelahiran kedua. Ketika Syaikh mengijinkan para
penari menari, mereka
mulai dengan gerakan perlahan
memutar seperti putaran
tawaf dan putaran planet-planet
mengelilingi matahari. Ketika tarian hamper usai maka
syaikh berdiri dan
alunan musik dipercepat. Proses
ini diakhiri dengan
musik penutup danpembacaan
ayat suci Al-Quran. Rombongan Penari Darwis, secara
teratur menampilkan
Sama di auditorium umum di
Eropa dan Amerika Serikat.
Sekalipun beberapa gerakan
tarian ini pelan dan terasa lambat tetapi para pemirsa
mengatakan penampilan ini
sangat magis dan menawan.
Kedalaman konsentrasi, atau
perasaan dzawq dan ketulusan
para darwis menjadikan gerakan mereka begitu
menghipnotis. Pada akhir
penampilan para hadirin diminta
untuk tidak bertepuk
tangan karena "Sama” adalah
sebuah ritual spiritual bukan sebuah pertunjukan seni. Pada abad ke 17, Tariqah Mevlevi
atau Mawlawiyah
dikendalikan oleh kerajaan
Utsmaniyah. Meskipun
Tariqah Mawlawiyah kehilangan
sebagian besar kebebasannya ketika berada
dibawah dominasi
Ustmaniyah, tetapi perlindungan
Sang Raja menungkinkan
Tariqah Mawlawi menyebar luas
keberbagai daerah dan memperkenalkan kepada banyak
orang tentang tatanan
musik dan tradisi puisi yang unik
dan indah. Pada Abad
ke 18, Salim III seorang Sultan
Utsmaniyah menjadi anggota Tariqah Mawlawiyah dan
kemudian dia
menciptakan musik untuk
upacara-upacara Mawlawi. Selama abad ke 19 , Mawlawiyah
merupakan salah satu
dari sekitar Sembilan belas aliran
sufi di Turtki dan
sekitar tigapuluh lima kelompok
semacam itu dikerajaan Utsmaniyah. Karena perlindungan
dari raja mereka,
Mawlawi menjadi kelompok yang
paling berpengarh
diseluruh kerajaan dan prestasi
cultural mereka dianggap sangat murni. Kelompok
itu menjadi terkenal
di barat., Di Eropa dan Amerika
pertunjukkan keliling
mereka menyita perhatian public.
Selama abad 19, sebuah panggung pertunjukkan
yang didirikan di Turki
menarik perhatian banyak
kelompok wisatawan Eropa yang
dating ke Turki. Pada tahun 1925, Tariqah
Mawlawi dipaksa membubarkan
diri ditanah kelahiran mereka
Turki, setelah Kemal
Ataturk pendiri modernisasi Turki
melarang semua kelompok darwis lengkap dengan
upacara serta
pertunjukkan mereka. Pada saat
itu makam Rumi di Konya
diambil alih pemerintah dan
diubah menjadi museum Negara. Motivasi utama Atatutrk adalah
memutuskan hubungan
Turki dengan masa pertengahan
guna mengintegrasikan
Turki dengan dunia modern
seperti demokrasi ala barat. Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi
ancaman bagi
modernisasi Turki. Pada saat itulah
Syaikh Nazim
ﻕ mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan
mengajar agama Islam di Siprus,
Turki. Mawlana Syaikh Nazim Adil al-
Haqqani Banyak murid yang mendatangi
Mawlana Syaikh Nazim dan
menerima Thariqat Naqsybandi
Haqqani. Selain itu
beliau adalah pemegang otoritas
Mursyid tujuh Tariqah Sufi besar lainnya, termasuk
Mevlevi Haqqani atau
Mawlawiyah, Qodiriah,
Syadziliyah, Chisty. Namun
sayang, waktu itu semua agama
dilarang di Turki dan karena beliau berada di dalam
komunitas orang-orang
Turki di Siprus, agama pun
dilarang di sana. Bahkan
mengumandangkan azan pun tak
diperbolehkan. Langkah Syaikh Nazim yang
pertama ketika itu adalah
menuju masjid di tempat
kelahirannya dan
mengumandangkan azan di sana,
segera beliau dimasukkan penjara selama seminggu. Begitu
dibebaskan, Syaikh
Nazim ﻕ pergi menuju masjid besar di Nikosia dan
melakukan azan di menaranya.
Hal itu membuat para
pejabat marah dan beliau dituntut
atas pelanggaran
hukum. Sambil menunggu sidang, Syaikh
Nazim ﻕ terus mengumandangkan azan di
menara-menara masjid di
seluruh Nikosia. Sehingga
tuntutannya pun terus
bertambah, ada 114 kasus yang
menunggu beliau. Pengacara menasihati beliau agar
berhenti melakukan
azan, namun Syaikh Nazim ﻕ mengatakan, " Tidak,
aku tidak bisa mengehntikannya.
Orang-orang harus
mendengar panggilan azan untuk
shalat.” Ketika hari persidangan tiba,
Mawlana Syaikh Nazim
didakwa atas 114 kasus
mngumandangkan azan diseluruh
Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu
terbukti, maka beliau bisa dihukum 100 tahun
penjara. Tetapi pada
hari yang sama hasil pemilu
diumumkan di Turki.
Seorang laki-laki bernama Adnan
Menderes dicalonkan untuk berkuasa. Langkah
pertamanya ketika terpilih
menjadi Presiden adalah
membuka seluruh masjid-masjid
dan mengizinkan azan
dikumandangkan dalam bahasa Arab.
Inilah keajaiban yang diberikan
Allah swt kepada
Mawlana Syaikh Nazim. Hingga saat ini makam Rumi di
Konya tetap terpelihara
dan dikelola oleh pemerintah
Turki sebagai tempat
wisata. Meskipun demikian
pengunjung yang datang kesana yang terbanyak adalah
para peziarah dan bukan
wisatawan. Melalui sebuah
kesepakatan pemerintah
Turki, pada tahun 1953 akhirnya
menyetujui tarian "Sama” Tariqah Mawlawi
dipeertontonkan lagi di Konya
dengan syarat pertunjukan
tersebut bersifat cultural
untuk para wisatawan. Rombongan Darwis juga diijinkan
untuk berkelana secara
Internasional. Meskipun demikian
secara keseluruhan
berbagai aspek sufisme tetap
menjadi praktek yang illegal di Turki dan para sufi
banyak diburu sejak
Ataturk melarang agama mereka. Wa min Allah at Tawfiq -———————————— "AKAN tiba saatnya, ketika Konya
menjadi semarak, dan
makam kita tegak di jantung kota.
Gelombang demi
gelombang khalayak menjenguk
mousoleum kita, menggemakan ucapan-ucapan
kita.” Itulah ucapan Jalaluddin Rumi
pada putranya, Sultan
Walad, di suatu pagi. Dan waktu
kemudian berlayar,
melintasi tahun dan abad. Konya
seakan terlelap dalam debu sejarah. "Tetapi, kota
Anatolia Tengah ini tetap
berdiri sebagai saksi kebenaran
ucapan Rumi,” tulis
Talat Said Halman, peneliti karya-
karya mistik Rumi. Kenyataannya memang demikian.
Lebih dari 7 abad, Rumi
bak bayangan yang abadi
mengawal Konya, terutama untuk
pada pengikutnya, the whirling
dervishes, para darwis yang menari. Setiap tahun, dari
tanggal 2-17 Desember,
jutaan peziarah menyemut
menuju Konya. Dari delapan
penjuru angin mereka berarak
untuk memperingati kematian Rumi, 727 tahun silam. Siapakah sesungguhnya makhluk
ini, yang telah
menegakkan sebuah pilar di
tengah khazanah keagamaan
Islam dan silang sengketa paham?
"Dialah penyair mistik terbesar sepanjang zaman,”
kata orientalis
Inggris Reynold A Nicholson. "Ia
bukan nabi, tetapi ia
mampu menulis kitab suci,” seru
Jami, penyair Persia Klasik, tentang karya
Rumi,Matsnawi. Gandhi pernah mengutip kata-
katanya. Rembrandt
mengabadikannya dikanvas,
Muhammad Iqbal, filsuf dan
penyair Pakistan, sekali waktu
pernah berdendang, "Maulana mengubah tanah
menjadi madu…. Aku mabuk
oleh anggurnya; aku hidup dari
napasnya.” Bahkan, Paus
Yohanes XXIII, pada 1958
menuliskan pesan khusus: "Atas nama dunia Katolik, saya
menundukkan kepala
penuh hormat mengenang Rumi.” Besar dalam kembara Jalaluddin dilahirkan 30
September 1207 di Balkh, kini
wilayah Afganistan. Ia Putra
Bahauddin Walad, ulama
dan mistikus termasyhur, yang
diusir dari kota Balkh tatkala ia berumur 12 tahun.
Pengusiran itu buntut
perbedaan pendapat antara
Sultan dan Walad. Keluarga ini kemudian tinggal di
Aleppo (Damaskus),
dan di situ kebeliaan Jalaluddin
diisi oleh guru-guru
bahasa Arab yang tersohor. Tak
lama di Damakus, keluarga ini pindah ke Laranda,
kota di Anatolia
Tengah, atas permintaan Sultan
Seljuk Alauddin
Kaykobad. Konon, Kaykobad membujuk dalam
sebuah surat kepada
Walad, "Kendati saya tak pernah
menundukkan kepala
kepada seorang pun, saya siap
menjadi pelayan dan pengikut setia Anda.” Di kota ini
ibu Jalaluddin,
Mu’min Khatum, meninggal dunia.
Tak lama kemudian,
dalam usia 18 tahun, Jalaluddin
menikah. 1226, putra pertama Jalaluddin, Sultan Walad,
lahir. Setahun
kemudian, keluarga ini pindah ke
Konya, 100 Km dari
Laranda. Di sini, Bahauddin Walad
mengajar di madrasah. 1229, anak kedua
Jalaluddin, Alauddin,
lahir. Dua tahun kemudian, dalam
usia 82 tahun,
Bahaudin Walad meninggal dunia. Era baru pun dialami Jalaluddin.
Dia menggantikan
Walad, dan mengajarkan ilmu-
ilmu ketuhanan
tradisional, tanpa menyentuh
mistik. Setahun setelah kematian ayahnya, suatu pagi,
madrasahnya kedatangan
tamu, Burhannuddin Muhaqiq,
yang ternyata murid
terkasih Walad. Dan ketika
menyadari sang guru telah tiada, Muhaqiq mewariskan
ilmunya pada Jalaluddin.
Burhanuddin pun menggembleng
muridnya dengan
latihan tasawuf yang telah
dimatangkan selama 4 abad terakhir oleh para sufi, dan
beberapa kali meminta dia
ke Damakus untuk menambah
lmu. 8 tahun menggembleng,
1240, Burhanuddin kembali ke
Kayseri. Jalaluddin Rumi pun menggembleng diri sendiri. Cinta adalah menari Tahun 1244, saat berusia 37
tahun, Jalaluddin sudah
berada di atas semua ulama di
Konya. Ilmu yang dia
timba dari kitab-kitab Persia, Arab,
Turki, Yunani dan Ibrani, membuat dia nyaris
ensiklopedis. Gelar Maulana
Rumi (Guru bangsa Rum) pun dia
raih. Tapi, di sebuah
senja Oktober, sehabis pulang dari
madrasah, seseorang yang tak dia kenal,
menjegat langkahnya, dan
menanyakan satu hal. Mendengar
pertanyaan itu, Rumi
langsung pingsan! Sebuah riwayat mengatakan,
orang tak dikenal itu
bertanya, "Siapa yang lebih agung,
Muhammad Rasulullah
yang berdoa, ‘Kami tak mengenal-
Mu seperti seharusnya’ atau seorang sufi Persia, Bayazid
Bisthami yang
berkata, ‘Subhani, mahasuci diriku,
betapa agungnya
kekuasaanku’. Pertanyaan mistikus
Syamsuddin Tabriz itu mengubah hidup Rumi. Dia
kemudian tak lagi
terpisahkan dari Syams. Dan di
bawah pengaruh Syams,
ia menjalani periode mistik yang
nyala, penuh gairah, tanpa batas, dan kini, mulai
menyukai musik. Mereka
menghabiskan hari bersama-sama,
dan menurut riwayat,
selama berbulan-bulan mereka
dapat bertahan hidup tanpa kebutuhan-kebutuhan dasar
manusia, khusuk
menuju Cinta Ilahiah. Tapi hal ini tak lama.
Kecemburuan warga Konya,
membuat Syams pergi. Dan saat
Syams kembali, warga
membunuhnya. Rumi kehilangan,
kehilangan terbesar yang dia gambarkan seperti kehidupan
kehilangan mentari. Tapi, suatu pagi, seorang pandai
besi membuat
Jalaluddin menari. Pukulan
penempa besi itu,
Shalahuddin, membuat dia
ekstase, dan tanpa sadar mengucapkan puisi-puisi mistis,
yang berisi ketakjuban pada
pengalaman syatahat. Rumi pun
kemudian bersabahat
dengan Shalahuddin, yang
kemudian menggantikan posisi Syams. Dan era menari pun
dimulai Rumi, menari sambil
memadahkan syair-syair cinta
Ilahi. "Tarian para
darwis itulah yang kemudian
menjadi semacam bentuk ratapan Rumi atas kehilangan
Syams,” jelas Talat. Sampai meninggalnya, 17
Desember 1273, Rumi tak pernah
berhenti menari, kerana dia tak
pernah berhenti
mencintai Allah. Tarian itu juga
yang membuat peringkatnya dalam inisiasi sufi
berubah dari yang
mencintai jadi yang dicintai. (Aulia
A Muhammad) ~ SUARA MERDEKA
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu Kaulah kendi kemerlap
Pelita jendela dimalam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia, selalu Satu kasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa Dimana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa darah dibalik tirai Kasihku sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu—bukan giliranku
Mati hari—bukan kawanku
Amir Hamzah
Segala kupinta tiada kauberi
Segala kutanya tiada kau sahuti
Butalah aku terdiri sendiri
Penuntun tiada memimpin jari Maju mundur tiada berdaya
Sempit bumi dunia maya
Runtuh ripuk astana cuaca
Kureka gembira di lapangan dad Buta tuli bisu kelu
Tertahan aku dimuka dewala
Tertegun aku di jalan buntu
Tertebas putus sutera sempana Besar benar salah arahku
Hampir tertahan tumpah
berkahmu
Hampir tertutup pintu restu
Gapura rahasia jalan bertemu Insyaf diriku dera durhaka
Gugur tersungkur merenang mata:
Samar terdengar suwara suwarni
Sapur melipur merindu temu
Amir Hamzah
Berdiri aku di senja senyap
camar melayang menepis buih
melayah bakau mengurai puncak
berjulang datang ubur
terkembang
Angin pulang menyejuk bumi
menepuk teluk menghempas emas
lari ke gunung memuncak sunyi
berayun-alun di atas alas Benang raja mencelup hujung
naik marak menyerak corak
elang leka sayap tergulung
di mabuk warna berarak-arak
Dalam rupa maha sempurna
rindu sendu mengharu kalbu
ingin datang merasa sentosa
mengecap hidup bertentu tuju.
Amir Hamzah
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya
seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak
bisa mati. MAJU Ini barisan tak bergenderang-
berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu. Sekali berarti
Sudah itu mati. MAJU Bagimu Negeri
Menyediakan api. Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru
tercapai
Jika hidup harus merasai Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Februari 1943)
Budaya,
Th III, No. 8
Agustus 1954
Kami yang kini terbaring antara
Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan
angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi
mendengar deru kami, terbayang kami maju dan
mendegap hati ? Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam
dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal
tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami. Kami sudah coba apa yang kami
bisa
Tapi kerja belum selesai, belum
bisa memperhitungkan arti 4-5
ribu nyawa Kami cuma tulang-tulang
berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai
tulang-tulang berserakan Atau jiwa kami melayang untuk
kemerdekaan kemenangan dan
harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi
bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam
dinding yang berdetak Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas
pernyataan dan impian Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi
debu
Beribu kami terbaring antara
Krawang-Bekasi
(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa
nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang
tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang- bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga
daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang
berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk
menemu malam
Malam yang berwangi mimpi,
terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa
nasib waktu !
(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949
BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari
kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan
bicaramu
dipanggang diatas apimu,
digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada
rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang
laut Bung Karno ! Kau dan aku satu zat
satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita
berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal
kita bertolak & berlabuh
(1948)
Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
Kalau kau mau kuterima kau
kembali
Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk! Tentang aku
dengan berani Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi Sedang dengan cermin aku
enggan berbagi.
Maret 1943
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku aku hilang bentuk
remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
Ini kali tidak ada yang mencari
cinta
di antara gudang, rumah tua, pada
cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu
tiada berlaut menghembus diri dalam
mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada
juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari
lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang
ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih
pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian
selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
1946
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng
sendiri
Perahu melancar, bulan
memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat
si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi
terasa aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin
mendayu,
di perasaan penghabisan segala
melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja," Amboi! Jalan sudah bertahun ku
tempuh!
Perahu yang bersama 'kan
merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng
sendiri.
1946
PUTUS"
kelam dan angin lalu mempesiang
diriku,
menggigir juga ruang di mana dia
yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba
jadi semati tugu di Karet, di Karet (daerahku y.a.d)
sampai juga deru dingin aku berbenah dalam kamar, dalam
diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah
baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang
bergerak lantang tubuhku diam dan sendiri, cerita
dan peristiwa berlalu beku
1949
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap
merapuh
dipukul angin yang terpendam aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak
lagi
tapi dulu memang ada suatu
bahan
yang bukan dasar perhitungan kini hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah
rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak
terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri
rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti
langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan
tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh
pengembara
rajawali terbang tinggi memasuki
sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya
hidup adalah merjan-merjan
kemungkinan
yang terjadi dari keringat
matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana
rajawali terbang tinggi
membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua
matamu
wahai, kamu, pencemar langit
yang durhaka
WS RENDRA
menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta
kanak - kanak
tanpa pendidikan aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang
macet
dan papantulis - papantulis para
pendidik yang terlepas dari persoalan
kehidupan delapan juta kanak - kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya .......................... menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana
menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting antri uang pensiunan dan di langit
para teknokrat berkata : bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi
yang diimpor gunung - gunung menjulang
langit pesta warna di dalam
senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair
salon
yang bersajak tentang anggur dan
rembulan sementara ketidak adilan terjadi
disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi
kesenian bunga - bunga bangsa tahun
depan
berkunang - kunang pandang
matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang
kacau
menjadi karang di bawah muka
samodra
................................. kita mesti berhenti membeli
rumus - rumus asing
diktat - diktat hanya boleh
memberi metode
tetapi kita sendiri mesti
merumuskan keadaan kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang
nyata inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita
lingkungan
apakah artinya berpikir bila terpisah dari masalah
kehidupan
WS RENDRA
( itb bandung - 19 agustus 1978 )
kelaparan adalah burung gagak
yang licik dan hitam
jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam o Allah !
burung gagak menakutkan
dan kelaparan adalah burung
gagak
selalu menakutkan
kelaparan adalah pemberontakan adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau pembunuhan
yang diayunkan oleh tangan-
tangan orang miskin kelaparan adalah batu-batu
karang
di bawah wajah laut yang tidur
adalah mata air penipuan
adalah pengkhianatan
kehormatan seorang pemuda yang gagah akan
menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya
sendiri
meletakkan kehormatannya di
tanah karena kelaparan
kelaparan adalah iblis
kelaparan adalah iblis yang
menawarkan kediktatoran o Allah !
kelaparan adalah tangan-tangan
hitam
yang memasukkan segenggam
tawas
ke dalam perut para miskin o Allah !
kami berlutut
mata kami adalah mata Mu
ini juga mulut Mu
ini juga hati Mu
dan ini juga perut Mu perut Mu lapar, ya Allah
perut Mu menggenggam tawas
dan pecahan-pecahan gelas kaca o Allah !
betapa indahnya sepiring nasi
panas
semangkuk sop dan segelas kopi
hitam o Allah !
kelaparan adalah burung gagak
jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga Mu
WS RENDRA
matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki
langit
melihat kali coklat menjalar ke
lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan lalu kini ia dua penggalah
tingginya
dan ia menjadi saksi kita
berkumpul disini
memeriksa keadaan kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu
berguna
kenapa maksud baik dan maksud
baik bisa berlaga
orang berkata : "kami ada maksud baik"
dan kita bertanya : "maksud baik
untuk siapa ?" ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang
terluka
ada yang duduk, ada yang
diduduki ada yang berlimpah, ada yang
terkuras
dan kita disini bertanya :
"maksud baik saudara untuk
siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?" kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani
kehilangan tanahnya
tanah - tanah di gunung telah
dimiliki orang - orang kota
perkebunan yang luas hanya menguntungkan
segolongan kecil saja
alat - alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang
sempit tanahnya tentu, kita bertanya :
"lantas maksud baik saudara untuk
siapa ?"
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas
puncak kepala dan di dalam udara yang panas
kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak
yang mana ?
ilmu - ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan ataukah alat penindasan ? sebentar lagi matahari akan
tenggelam
malam akan tiba
cicak - cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan - pertanyaan kita
menjadi hutan
atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra di bawah matahari ini kita
bertanya :
ada yang menangis, ada yang
mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana !
WS RENDRA
( jakarta, 1 desember 1977 )
AKU TULIS PAMPLET INI
KARENA LEMBAGA PENDAPAT
UMUM
DITUTUPI JARING LABAH-LABAH
ORANG-ORANG BICARA DALAM
KASAK-KUSUK, DAN UNGKAPAN DIRI DITEKAN
MENJADI PENG-IYA-AN APA YANG TERPEGANG HARI INI
BISA LUPUT BESOK PAGI
KETIDAK PASTIAN MERAJALELA
DI LUAR KEKUASAAN KEHIDUPAN
MENJADI TEKA-TEKI,
MENJADI MARABAHAYA, MENJADI ISI KEBON BINATANG APABILA KRITIK HANYA BOLEH
LEWAT SALURAN RESMI
MAKA HIDUP AKAN MENJADI
SAYUR TANPA GARAM
LEMBAGA PENDAPAT UMUM
TIDAK MENGANDUNG PERTANYAAN
TIDAK MENGANDUNG
PERDEBATAN
DAN AKHIRNYA MENJADI
MONOPOLI KEKUASAAN AKU TULIS PAMPLET INI
KARENA PAMPLET BUKAN TABU
BAGI PENYAIR
AKU INGINKAN MERPATI POS
AKU INGIN MEMAINKAN
BENDERA-BENDERA SEMAPHORE DI TANGANKU
AKU INGIN MEMBUAT ISYARAT
ASAP KAUM INDIAN
AKU TIDAK MELIHAT ALASAN KENAPA HARUS DIAM TERTEKAN
DAN TERMANGU
AKU INGIN SECARA WAJAR KITA
BERTUKAR KABAR
DUDUK BERDEBAT MENYATAKAN
SETUJU ATAU TIDAK SETUJU KENAPA KETAKUTAN MENJADI
TABIR PIKIRAN ?
KEKHAWATIRAN TELAH
MENCEMARKAN KEHIDUPAN
KETEGANGAN TELAH
MENGGANTI PERGAULAN PIKIRAN YANG MERDEKA MATAHARI MENYINARI AIRMATA
YANG BERDERAI MENJADI API
REMBULAN MEMBERI MIMPI
PADA DENDAM
GELOMBANG ANGIN
MENYINGKAPKAN KELUH KESAH YANG TERONGGOK BAGAI
SAMPAH
KEGAMANGAN
KECURIGAAN
KETAKUTAN
KELESUAN AKU TULIS PAMPLET INI
KARENA KAWAN DAN LAWAN
ADALAH SAUDARA
DI DALAM ALAM MASIH ADA
CAHAYA
MATAHARI YANG TENGGELAM DIGANTI REMBULAN
LALU BESOK PAGI PASTI TERBIT
KEMBALI
DAN DI DALAM AIR LUMPUR
KEHIDUPAN
AKU MELIHAT BAGAI TERKACA : TERNYATA KITA, TOH, MANUSIA !
RENDRA
( pejambon - jakarta, 27 april
1978 )
Tuhan yang Maha Esa,
alangkah tegangnya
melihat hidup yang tergadai,
fikiran yang dipabrikkan,
dan masyarakat yang diternakkan. Malam rebah dalam udara yang
kotor.
Di manakah harapan akan
dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni
kehidupan? Dendam diasah di kolong yang
basah
siap untuk terseret dalam
gelombang edan.
Perkelahian dalam hidup sehari-
hari telah menjadi kewajaran.
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela. Tuhan yang Maha Faham,
alangkah tak masuk akal
jarak selangkah
yang bererti empat puluh tahun
gaji seorang buruh,
yang memisahkan sebuah halaman bertaman
tanaman hias
dengan rumah-rumah tanpa
sumur dan W.C.
Hati manusia telah menjadi acuh,
panser yang angkuh, traktor yang dendam. Tuhan yang Maha Rahman,
ketika air mata menjadi gombal,
dan kata-kata menjadi lumpur
becek,
aku menoleh ke utara dan ke
selatan - di manakah Kamu?
Di manakah tabungan keramik
untuk wang logam?
Di manakah catatan belanja
harian?
Di manakah peradaban? Ya, Tuhan yang Maha Hakim,
harapan kosong, optimisme
hampa.
Hanya akal sihat dan daya hidup
menjadi peganganku yang nyata. Ibumu mempunyai hak yang
sekiranya kamu mengetahui tentu
itu besar sekali
Kebaikanmu yang banyak ini
Sungguh di sisi-Nya masih sedikit
Berapa banyak malam yang ia gunakan mengaduh karena
menanggung bebanmu
Dalam pelayanannya ia
menanggung rintih dan nafas
panjang
Ketika melahirkan andai kamu mengetahui keletihan yang
ditanggungnya
Dari balik sumbatan
kerongkongannya hatinya terbang
Berapa banyak ia membasuh
sakitmu dengan tangannya Pangkuannya bagimu adalah
sebuah ranjang
Sesuatu yang kamu keluhkan
selalu ditebusnya dengan dirinya
Dari susunya keluarlah minuman
yang sangat enak buatmu Berapa kali ia lapar dan ia
memberikan makanannya
kepadamu
Dengan belas kasih dan kasih
sayang saat kamu masih kecil
Aneh orang yang berakal tapi masih mengikuti hawa nafsunya
Aneh orang yang buta mata
hatinya sementara matanya
melihat
Wujudkan cintaimu dengan
memberikan doamu yang setulusnya pada ibumu
Karena kamu sangat
membutuhkan doanya padamu
WS RENDRA
Kota Jakarta"
Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder Terhina dan tersipu-sipu Sesalkan mana yang mesti
kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin
korban Wahai pelacur-pelacur kota
Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau
sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke
kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang
lebar kepadamu Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin
revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum
penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau
kausesalkan Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana
negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan
seks mereka politikkan Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan
partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul
kesalahan Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu
dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang
pelacuran
Tanpa menganjurkan Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.
KEPADA PACARNYA"
Sitti,
kini aku makin ngerti keadaanmu
Tak ‘kan lagi aku membujukmu
untuk nikah padaku
dan lari dari lelaki yang miaramu Nasibmu sudah lumayan
Dari babu dari selir kepala
jawatan
Apalagi?
Nikah padaku merusak
keberuntungan Masa depanku terang repot
Sebagai copet nasibku untung-
untungan
Ini bukan ngesah
Tapi aku memang bukan bapak
yang baik untuk bayi yang lagi kau kandung Cintamu padaku tak pernah
kusangsikan
Tapi cinta cuma nomor dua
Nomor satu carilah keslametan
Hati kita mesti ikhlas
berjuang untuk masa depan anakmu
Janganlah tangguh-tangguh
menipu lelakimu
Kuraslah hartanya
Supaya hidupmu nanti sentosa
Sebagai kepala jawatan lelakimu normal
suka disogok dan suka korupsi
Bila ia ganti kau tipu
itu sudah jamaknya
Maling menipu maling itu biasa
Lagi pula di masyarakat maling kehormatan
cuma gincu
Yang utama kelicinan
Nomor dua keberanian
Nomor tiga keuletan
Nomor empat ketegasan, biarpun dalam berdusta
Inilah ilmu hidup masyarakat
maling
Jadi janganlah ragu-ragu
Rakyat kecil tak bisa ngalah
melulu Usahakan selalu menanjak
kedudukanmu
Usahakan kenal satu menteri
dan usahakan jadi selirnya
Sambil jadi selir menteri
tetaplah jadi selir lelaki yang lama Kalau ia menolak kau rangkap
sebagaimana ia telah
merangkapmu dengan isterinya
itu berarti ia tak tahu diri
Lalu depak saja dia
Jangan kecil hati lantaran kurang pendidikan
asal kau bernafsu dan susumu
tetap baik bentuknya
Ini selalu menarik seorang menteri
Ngomongmu ngawur tak jadi apa
asal bersemangat, tegas, dan penuh keyakinan
Kerna begitulah cermin seorang
menteri Akhirnya aku berharap untuk
anakmu nanti
Siang malam jagalah ia
Kemungkinan besar dia lelaki
Ajarlah berkelahi
dan jangan boleh ragu-ragu memukul dari belakang
Jangan boleh menilai orang dari
wataknya
Sebab hanya ada dua nilai: kawan
atau lawan
Kawan bisa baik sementara Sedang lawan selamanya jahat
nilainya
Ia harus diganyang sampai sirna
Inilah hakikat ilmu selamat
Ajarlah anakmu mencapai
kedudukan tinggi Jangan boleh ia nanti jadi
propesor atau guru
itu celaka, uangnya tak ada
Kalau bisa ia nanti jadi polisi atau
tentara
supaya tak usah beli beras kerna dapat dari negara
Dan dengan pakaian seragam
dinas atau tak dinas
haknya selalu utama
Bila ia nanti fasih merayu seperti
kamu dan wataknya licik seperti saya
nah–!
Ini kombinasi sempurna
Artinya ia berbakat masuk politik
Siapa tahu ia bakal jadi anggota
parlemen Atau bahkan jadi menteri
Paling tidak hidupnya bakal sukses
di Jakarta
Ws Rendra Dari buku Sajak-Sajak Sepatu Tua,
Pustaka Jaya, Jakarta, 1972
Sambil menyeberangi sepi,
Kupanggili namamu,
wanitaku Apakah kau tak mendengar?
Malam yang berkeluh kesah
Memeluk jiwaku yang payah
Yang resah
Karena memberontak terhadap rumah
Memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala Sia-sia kucari pancaran matamu
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa
Sia-sia
Tak ada yang bisa kucamkan
Sempurnalah kesepianku Angin pemberontakan menyerang
langit dan bumi
Dan duabelas ekor serigala
Muncul dari masa silamku
Merobek-robek hatiku yang celaka Berulangkali kupanggil namamu
Dimanakah engkau wanitaku?
Apakah engkau sudah menjadi
masa silamku?
WS RENDRA
Janganlah tuan seenaknya
memelukku.
Ke mana arahnya, sudah cukup
aku tahu.
Aku bukan ahli ilmu menduga,
tetapi jelas sudah kutahu pelukan ini apa artinya…..
Siallah pendidikan yang aku
terima.
Diajar aku berhitung, mengetik,
bahasa asing,
kerapian, dan tatacara, Tetapi lupa diajarkan :
bila dipeluk majikan dari
belakang,
lalu sikapku bagaimana !
Janganlah tuan seenaknya
memelukku.
Sedangkan pacarku tak berani
selangsung itu.
Apakah tujuan tuan, sudah cukup
aku tahu, Ketika tuan siku teteku,
sudah kutahu apa artinya…… Mereka ajarkan aku membenci
dosa
tetapi lupa mereka ajarkan
bagaimana mencari kerja.
Mereka ajarkan aku gaya hidup
yang peralatannya tidak berasal dari lingkungan.
Diajarkan aku membutuhkan
peralatan yang dihasilkan majikan,
dan dikuasai para majikan.
Alat-alat rias, mesin pendingin,
vitamin sintetis, tonikum, segala macam soda, dan ijazah sekolah.
Pendidikan membuatku terikat
pada pasar mereka, pada modal
mereka. Dan kini, setelah aku dewasa.
Kemana lagi aku ‘kan lari,
bila tidak ke dunia majikan ? Jangnlah tuan seenaknya
memelukku.
Aku bukan cendekiawan
tetapi aku cukup tahu
semua kerja di mejaku
akan ke sana arahnya. Jangan tuan, jangan !
Jangan seenaknya memelukku.
Ah, Wah .
Uang yang tuan selipkan ke
behaku
adalah ijazah pendidikanku Ah,
Ya.
Begitulah.
Dengan yakin tuan memelukku.
Perut tuan yang buncit
menekan perutku.
Mulut tuan yang buruk mencium mulutku.
Sebagai suatu kewajaran
semuanya tuan lakukan.
Seluruh anggota masyarakat
membantu tuan.
Mereka pegang kedua kakiku. Mereka tarik pahaku
mengangkang.
Sementara tuan naik ke atas
tubuhku.
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan
wajar
Aku pengin membersihkan
tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan
pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta padamu
WS RENDRA
31 JulI 2009
Mitra Keluarga
Angin gunung turun merembes ke
hutan,
lalu bertiup di atas permukaan
kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-
daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para
petani – buruh
yang terpacak di atas tanah
gembur
namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.
Para tani – buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa
jendela,
menanam bibit di tanah yang
subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri
sengsara.
Mereka memanen untuk tuan
tanah
yang mempunyai istana indah.
Keringat mereka menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong
pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut
perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan
letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim
kondom.
Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan
lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri,
menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi
onggokan sampah,
dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai,
dan sukmanya berubah menjadi
burung kondor.
Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung
tinggi,
dan disana mendapat hiburan dari
sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan
sakit hati.
Burung-burung kondor menjerit.
Di dalam marah menjerit,
bergema di tempat-tempat yang
sepi.
Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
bergema di tempat-tempat yang
sepi Berjuta-juta burung kondor
mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki
udara,
dan di kota orang-orang bersiap
menembaknya.
"KARYA WS RENDRA"
Majikan rumah pelacuran berkata
kepadanya:
"Sudah dua minggu kamu
berbaring.
Sakitmu makin menjadi.
Kamu tak lagi hasilkan uang. Malahan kapadaku kamu
berhutang.
Ini beaya melulu.
Aku tak kuat lagi.
Hari ini kamu harus pergi.”
(Malaikat penjaga Firdaus.
Wajahnya tegas dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Maka darahku terus beku.
Maria Zaitun namaku. Pelacur yang sengsara.
Kurang cantik dan agak tua).
Jam dua-belas siang hari.
Matahari terik di tengah langit.
Tak ada angin. Tak mega.
Maria Zaitun ke luar rumah
pelacuran.
Tanpa koper. Tak ada lagi miliknya.
Teman-temannya membuang
muka.
Sempoyongan ia berjalan.
Badannya demam.
Sipilis membakar tubuhnya. Penuh borok di klangkang
di leher, di ketiak, dan di susunya.
Matanya merah. Bibirnya kering.
Gusinya berdarah.
Sakit jantungnya kambuh pula.
Ia pergi kepada dokter. Banyak pasien lebih dulu
menunggu.
Ia duduk di antara mereka.
Tiba-tiba orang-orang menyingkir
dan menutup hidung mereka.
Ia meledak marah tapi buru-buru jururawat
menariknya.
Ia diberi giliran lebih dulu
dan tak ada orang memprotesnya.
"Maria Zaitun,
utangmu sudah banyak padaku,” kata dokter.
"Ya,” jawabnya.
"Sekarang uangmu brapa?”
"Tak ada.”
Dokter geleng kepala dan
menyuruhnya telanjang. Ia kesakitan waktu membuka baju
sebab bajunya lekat di borok
ketiaknya.
"Cukup,” kata dokter.
Dan ia tak jadi mriksa.
Lalu ia berbisik kepada jururawat: "Kasih ia injeksi vitamin C.”
Dengan kaget jururawat berbisik
kembali:
"Vitamin C?
Dokter, paling tidak ia perlu
Salvarzan.” "Untuk apa?
Ia tak bisa bayar.
Dan lagi sudah jelas ia hampir
mati.
Kenapa mesti dikasih obat mahal
yang diimport dari luar negri?”
(Malaikat penjaga Firdaus.
Wajahnya iri dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Aku gemetar ketakutan.
Hilang rasa. Hilang pikirku. Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang takut dan celaka.)
Jam satu siang.
Matahari masih dipuncak.
Maria Zaitun berjalan tanpa
sepatu.
Dan aspal jalan yang jelek
mutunya lumer di bawah kakinya.
Ia berjalan menuju gereja.
Pintu gereja telah dikunci.
Karna kuatir akan pencuri.
Ia menuju pastoran dan menekan
bel pintu. Koster ke luar dan berkata:
"Kamu mau apa?
Pastor sedang makan siang.
Dan ini bukan jam bicara.”
"Maaf. Saya sakit. Ini perlu.”
Koster meneliti tubuhnya yang kotor dan berbau.
Lalu berkata:
"Asal tinggal di luar, kamu boleh
tunggu.
Aku lihat apa pastor mau terima
kamu.” Lalu koster pergi menutup pintu.
Ia menunggu sambil blingsatan
dan kepanasan.
Ada satu jam baru pastor datang
kepadanya.
Setelah mengorek sisa makanan dari giginya
ia nyalakan crutu, lalu bertanya:
"Kamu perlu apa?”
Bau anggur dari mulutnya.
Selopnya dari kulit buaya.
Maria Zaitun menjawabnya: "Mau mengaku dosa.”
"Tapi ini bukan jam bicara.
Ini waktu saya untuk berdo’a.”
"Saya mau mati.”
"Kamu sakit?”
"Ya. Saya kena rajasinga.” Mendengar ini pastor mundur dua
tindak.
Mukanya mungkret.
Akhirnya agak keder ia kembali
bersuara:
"Apa kamu – mm – kupu-kupu malam?”
"Saya pelacur. Ya.”
"Santo Petrus! Tapi kamu Katolik!”
"Ya.”
"Santo Petrus!”
Tiga detik tanpa suara. Matahari terus menyala.
Lalu pastor kembali bersuara:
"Kamu telah tergoda dosa.”
"Tidak tergoda. Tapi melulu
berdosa.”
"Kamu telah terbujuk setan.” "Tidak. Saya terdesak kemiskinan.
Dan gagal mencari kerja.”
"Santo Petrus!”
"Santo Petrus! Pater, dengarkan
saya.
Saya tak butuh tahu asal usul dosa saya.
Yang nyata hidup saya sudah
gagal.
Jiwa saya kalut.
Dan saya mau mati.
Sekarang saya takut sekali. Saya perlu Tuhan atau apa saja
untuk menemani saya.”
Dan muka pastor menjadi merah
padam.
Ia menuding Maria Zaitun.
"Kamu galak seperti macan betina. Barangkali kamu akan gila.
Tapi tak akan mati.
Kamu tak perlu pastor.
Kamu perlu dokter jiwa.”
(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya sombong dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Aku lesu tak berdaya.
Tak bisa nangis. Tak bisa bersuara. Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang lapar dan dahaga.)
Jam tiga siang.
Matahari terus menyala.
Dan angin tetap tak ada.
Maria Zaitun bersijingkat
di atas jalan yang terbakar.
Tiba-tiba ketika nyebrang jalan ia kepleset kotoran anjing.
Ia tak jatuh
tapi darah keluar dari borok di
klangkangnya
dan meleleh ke kakinya.
Seperti sapi tengah melahirkan ia berjalan sambil mengangkang.
Di dekat pasar ia berhenti.
Pandangnya berkunang-kunang.
Napasnya pendek-pendek. Ia
merasa lapar.
Orang-orang pergi menghindar. Lalu ia berjalan ke belakang satu
retoran.
Dari tong sampah ia kumpulkan
sisa makanan.
Kemudian ia bungkus hati-hati
dengan daun pisang. Lalu berjalan menuju ke luar kota.
(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya dingin dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Yang Mulya, dengarkanlah aku.
Maria Zaitun namaku. Pelacur lemah, gemetar
ketakutan.)
Jam empat siang.
Seperti siput ia berjalan.
Bungkusan sisa makanan masih di
tangan
belum lagi dimakan.
Keringatnya bercucuran. Rambutnya jadi tipis.
Mukanya kurus dan hijau
seperti jeruk yang kering.
Lalu jam lima.
Ia sampai di luar kota.
Jalan tak lagi beraspal tapi debu melulu.
Ia memandang matahari
dan pelan berkata: "Bedebah.”
Sesudah berjalan satu kilo lagi
ia tinggalkan jalan raya
dan berbelok masuk sawah berjalan di pematang.
(Malaekat penjaga firdaus
wajahnya tampan dan dengki
dengan pedang yang menyala
mengusirku pergi.
Dan dengan rasa jijik
ia tusukkan pedangnya perkasa di antara kelangkangku.
Dengarkan, Yang Mulya.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang kalah.
Pelacur terhina).
Jam enam sore.
Maria Zaitun sampai ke kali.
Angin bertiup.
Matahari turun.
Haripun senja.
Dengan lega ia rebah di pinggir kali.
Ia basuh kaki, tangan, dan
mukanya.
Lalu ia makan pelan-pelan.
Baru sedikit ia berhenti.
Badannya masih lemas tapi nafsu makannya tak ada lagi.
Lalu ia minum air kali. (Malaekat penjaga firdaus
tak kau rasakah bahwa senja telah
tiba
angin turun dari gunung
dan hari merebahkan badannya?
Malaekat penjaga firdaus dengan tegas mengusirku.
Bagai patung ia berdiri.
Dan pedangnya menyala.) Jam tujuh. Dan malam tiba.
Serangga bersuiran.
Air kali terantuk batu-batu.
Pohon-pohon dan semak-semak di
dua tepi kali nampak tenang
dan mengkilat di bawah sinar bulan.
Maria Zaitun tak takut lagi.
Ia teringat masa kanak-kanak dan
remajanya.
Mandi di kali dengan ibunya.
Memanjat pohonan. Dan memancing ikan dengan
pacarnya.
Ia tak lagi merasa sepi.
Dan takutnya pergi.
Ia merasa bertemu sobat lama.
Tapi lalu ia pingin lebih jauh cerita tentang hidupnya.
Lantaran itu ia sadar lagi
kegagalan hidupnya.
Ia jadi berduka.
Dan mengadu pada sobatnya
sembari menangis tersedu-sedu. Ini tak baik buat penyakit
jantungnya. (Malaekat penjaga firdaus
wajahnya dingin dan dengki.
Ia tak mau mendengar jawabku.
Ia tak mau melihat mataku.
Sia-sia mencoba bicara padanya.
Dengan angkuh ia berdiri. Dan pedangnya menyala.) Waktu. Bulan. Pohonan. Kali.
Borok. Sipilis. Perempuan.
Bagai kaca
kali memantul cahaya gemilang.
Rumput ilalang berkilatan.
Bulan. Seorang lelaki datang di seberang
kali.
Ia berseru: "Maria Zaitun,
engkaukah itu?”
"Ya,” jawab Maria Zaitun
keheranan. Lelaki itu menyeberang kali.
Ia tegap dan elok wajahnya.
Rambutnya ikal dan matanya
lebar.
Maria Zaitun berdebar hatinya.
Ia seperti pernah kenal lelaki itu. Entah di mana.
Yang terang tidak di ranjang.
Itu sayang. Sebab ia suka lelaki
seperti dia.
"Jadi kita ketemu di sini,” kata
lelaki itu. Maria Zaitun tak tahu apa
jawabnya.
Sedang sementara ia keheranan
lelaki itu membungkuk mencium
mulutnya.
Ia merasa seperti minum air kelapa.
Belum pernah ia merasa ciuman
seperti itu.
Lalu lelaki itu membuka
kutangnya.
Ia tak berdaya dan memang suka. Ia menyerah.
Dengan mata terpejam
ia merasa berlayar
ke samudra yang belum pernah
dikenalnya.
Dan setelah selesai ia berkata kasmaran:
"Semula kusangka hanya impian
bahwa hal ini bisa kualami.
Semula tak berani kuharapkan
bahwa lelaki tampan seperti kau
bakal lewat dalam hidupku.” Dengan penuh penghargaan lelaki
itu memandang kepadanya.
Lalu tersenyum dengan hormat
dan sabar.
"Siapakah namamu?” Maria Zaitun
bertanya. "Mempelai,” jawabnya.
"Lihatlah. Engkau melucu.”
Dan sambil berkata begitu
Maria Zaitun menciumi seluruh
tubuh lelaki itu.
Tiba-tiba ia terhenti. Ia jumpai bekas-bekas luka di
tubuh pahlawannya.
Di lambung kiri.
Di dua tapak tangan.
Di dua tapak kaki.
Maria Zaitun pelan berkata: "Aku tahu siapa kamu.”
Lalu menebak lelaki itu dengan
pandang matanya.
Lelaki itu menganggukkan kepala:
"Betul. Ya.” (Malaekat penjaga firdaus
wajahnya jahat dan dengki
dengan pedang yang menyala
tak bisa apa-apa.
Dengan kaku ia beku.
Tak berani lagi menuding padaku. Aku tak takut lagi.
Sepi dan duka telah sirna.
Sambil menari kumasuki taman
firdaus
dan kumakan apel sepuasku.
Maria Zaitun namaku. Pelacur dan pengantin adalah
saya.)
karya : WS RENDRA
menjauh dan mungkin takkan kembali,
JUJUR aq kangen banget sama seseorang itu (S.M) tapi sepertinya dia berubah, semenjak selepas pemberian raport, dia sudah jarang kasih-kasih aq perhatian ! dia juga jarang angkat telfn dr aq
Mungkin karna nilai & peringkat aku rendah ! ("saya maklum saja, karna saaya sadar", dia saja masuk 'the best ten', sedangkan saya ? Jauh baangeet...") saya sudah cukup frustasi dg hal ini
karna dia berubah total,
Mungkin juga ! Aq harus mengerti karna dia mungkin lg introspeksi diri untuk lebih meningkatkan semangat belajarnya !
TAPI TETAP SAJA, AKU BUTUH PERHATIANNYA,
Arrrghhhg........
:'( :'( :'(
"KENAPA SIEGH ...? KAMU SEJAHAT INI SAMA AKU, KALO BEGINI SAJA , LEBIH BAIK KITA PUTUS SAJA"!
AKU TIDAK MAU MENJADI PENGGANGU DALAM SEMANGAT BELAJARMU , karna "AKU SAYANG TULUS SAMA KAMU"
S.M :'( U.A
02-01-(2012)
"di pondok , setelah dikirim oleh ibunda, aku menangis disini, karna rasa rindu dan benciku bercampur aduk layaknya akan membuat roti kering"
@ROZA@
" ." " .. " ". " "
" " . . " " "
" * ". . . ."
"Hal yang menyedihkan dalam hidup ini adalahketika kamu bertemu
seseorang
yang berarti
bagimu...
yang sangat kau cintai...
yang sangat kau sayangi ...
Hanya untuk
menemukan bahwa pada
akhirnya
menjadi tak berarti dan kamu harus
membiarkannya pergi…… "
Color Paper
About
-
About me. Edit this in the options panel.
Dunia inspirasi terluas adalah "MEMBACA"
Diberdayakan oleh Blogger.
Artikel Populer
-
"SAJAK RAJAWALI" sebuah sangkar besi tidak bisa mengubah rajawali menjadi seekor burung nuri rajawali adalah pacar langit d...
-
"CINTAKU JAUH DI PULAU" Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri Perahu melancar, bulan memancar, di leh...
-
Biografi Jalaludin Rummi Mawlana Jalaludin Rumi Oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani ( Grandson of Mawlana Rumi ) "Dia ada...
-
"Sajak Pertemuan Mahasiswa" matahari terbit pagi ini mencium bau kencing orok di kaki langit melihat kali coklat menjalar ke...
-
DIPONEGORO Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyak...
-
Kematian itu datang tiba-tiba, maka apakah kamu masih berpikir untuk selalu menikmati dunia? Waktu adalah pedang, jika kamu bisa menggunaka...
Tips n Trick...
BUKU-BUKU
-
►
2013
(3)
- ► 08/11 - 08/18 (1)
- ► 07/07 - 07/14 (2)
-
▼
2012
(37)
-
▼
01/08 - 01/15
(33)
- Tanpa judul
- "Biografi Jalaludin Rummi"
- Puisi Amir Hamzah "PadaMu Jua"
- Puisi Amir Hamzah "SAJAK INSYAF"
- Puisi Amir Hamzah "BERDIRI AKU"
- Puisi Chairil Anwar "DIPONEGORO"
- Puisi Chairil Anwar "KRAWANG-BEKASI"
- Puisi Chairil Anwar "PRAJURIT JAGA MALAM"
- Puisi Chairil anwar "PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO"
- Puisi Chairil Anwar "AKU"
- Puisi chairil anwar "PENERIMAAN"
- Puisi Chairil Anwar "DO'A"
- Puisi Chairil Anwar "SENJA DI PELABUHAN KECIL"
- Puisi Chairil anwar "CINTAKU JAUH DI PULAU"
- Tanpa judul
- Puiri Chairil Anwar "YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS"
- Puisi Chairil Anwar "DERAI DERAI CEMARA"
- CATATAN 01-01-2012
- PUISI WS RENDRA "SAJAK RAJAWALI" oleh : ulul abror
- PUISI WS RENDRA "Sajak Sebatang Lisong" oleh : ulu...
- PUISI WS RENDRA "Sajak Orang Lapar" oleh : ulul abror
- PUISI WS RENDRA "Sajak Pertemuan Mahasiswa" oleh :...
- PUISI WS RENDRA "AKU TULIS PAMPLET INI" oleh : ulu...
- PUISI WS RENDRA "PUISI DOA DI JAKARTA" oleh : ulul...
- PUISI WS RENDRA "Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota J...
- PUISI WS RENDRA "PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACAR...
- PUISI WS RENDRA "Kupanggil Namamu" oleh : ulul abror
- PUISI WS RENDRA "Sajak Gadis Dan Majikan" oleh : u...
- PUISI WS RENDRA "TUHAN AKU CINTA PADA-MU" oleh : u...
- PUISI WS RENDRA "Sajak Burung-Burung Kondor" oleh ...
- PUISI WS RENDRA "NYANYIAN ANGSA" oleh : ulul abror
- CATATANKU 03-01-2012
- CATATAN 01-01-2012
- ► 01/01 - 01/08 (4)
-
▼
01/08 - 01/15
(33)
PROFIL PENULIS
- Ulul Abror
- "AKU ADALAH SESEORANG YG BERUSAHA DAN BERHARAP KAN ORANG TUAKU BERKATA 'AKU BANGGA PADAMU NAK ! ' "
Followers
Ulul Abror Blog's
Arsip Blog
-
►
2013
(3)
- ► 08/11 - 08/18 (1)
- ► 07/07 - 07/14 (2)
-
▼
2012
(37)
-
▼
01/08 - 01/15
(33)
- Tanpa judul
- "Biografi Jalaludin Rummi"
- Puisi Amir Hamzah "PadaMu Jua"
- Puisi Amir Hamzah "SAJAK INSYAF"
- Puisi Amir Hamzah "BERDIRI AKU"
- Puisi Chairil Anwar "DIPONEGORO"
- Puisi Chairil Anwar "KRAWANG-BEKASI"
- Puisi Chairil Anwar "PRAJURIT JAGA MALAM"
- Puisi Chairil anwar "PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO"
- Puisi Chairil Anwar "AKU"
- Puisi chairil anwar "PENERIMAAN"
- Puisi Chairil Anwar "DO'A"
- Puisi Chairil Anwar "SENJA DI PELABUHAN KECIL"
- Puisi Chairil anwar "CINTAKU JAUH DI PULAU"
- Tanpa judul
- Puiri Chairil Anwar "YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS"
- Puisi Chairil Anwar "DERAI DERAI CEMARA"
- CATATAN 01-01-2012
- PUISI WS RENDRA "SAJAK RAJAWALI" oleh : ulul abror
- PUISI WS RENDRA "Sajak Sebatang Lisong" oleh : ulu...
- PUISI WS RENDRA "Sajak Orang Lapar" oleh : ulul abror
- PUISI WS RENDRA "Sajak Pertemuan Mahasiswa" oleh :...
- PUISI WS RENDRA "AKU TULIS PAMPLET INI" oleh : ulu...
- PUISI WS RENDRA "PUISI DOA DI JAKARTA" oleh : ulul...
- PUISI WS RENDRA "Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota J...
- PUISI WS RENDRA "PUISI PESAN PENCOPET KEPADA PACAR...
- PUISI WS RENDRA "Kupanggil Namamu" oleh : ulul abror
- PUISI WS RENDRA "Sajak Gadis Dan Majikan" oleh : u...
- PUISI WS RENDRA "TUHAN AKU CINTA PADA-MU" oleh : u...
- PUISI WS RENDRA "Sajak Burung-Burung Kondor" oleh ...
- PUISI WS RENDRA "NYANYIAN ANGSA" oleh : ulul abror
- CATATANKU 03-01-2012
- CATATAN 01-01-2012
- ► 01/01 - 01/08 (4)
-
▼
01/08 - 01/15
(33)
Blogger news
Cari Blog Ini
Search
© Copyright Media Online Indonesia. All rights reserved.
Designed by FTL Wordpress Themes | Bloggerized by FalconHive.com | Blogger Templates
brought to you by Smashing Magazine